Bogor – Sebanyak 21 siswa dan guru di Kota Bogor dilaporkan masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit setelah diduga mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bergerak cepat dengan memastikan akan menanggung seluruh biaya perawatan bagi para korban.

Kejadian keracunan massal ini menambah daftar panjang kasus serupa yang terjadi di beberapa daerah terkait program MBG. Di Kota Bogor sendiri, data terbaru menunjukkan total pelajar yang mengalami gejala keracunan usai menyantap menu MBG mencapai 171 orang, tersebar di sejumlah sekolah.

Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutakin, membenarkan adanya 21 siswa dan guru yang masih dirawat di rumah sakit akibat insiden ini. Ia menegaskan bahwa Pemkot Bogor tidak akan lepas tangan dan akan menanggung penuh biaya pengobatan bagi mereka yang membutuhkan perawatan medis lanjutan di rumah sakit.

“Jangan khawatir, biaya (perawatan) Pemkot yang cover,” ujar Jenal Mutakin.

Selain yang masih dirawat di rumah sakit, banyak juga siswa yang sebelumnya mengalami gejala keracunan kini telah diperbolehkan pulang dan menjalani rawat jalan. Jenal Mutakin menyatakan bahwa secara medis, mereka yang sudah rawat jalan dianggap telah pulih. Meskipun demikian, Pemkot Bogor tetap membuka diri dan mengimbau para orang tua untuk tidak ragu membawa kembali anak mereka ke fasilitas kesehatan jika keluhan atau gejala keracunan kembali muncul.

“Yang di rumah, yang sekarang rawat jalan pun berarti secara bahasa medis pun sudah sehat. Jadi bukan asumsi kita, tetapi berdasarkan asumsi medis. Kita terus terbuka, kalau ada keluhan, saya harap ortu tetap bawa korban ke rumah sakit,” tambahnya.   

Kasus dugaan keracunan MBG di Bogor ini sedang dalam penanganan serius oleh berbagai pihak terkait. Badan Gizi Nasional (BGN) turut turun tangan untuk mengusut tuntas sumber masalah keracunan ini. Penyelidikan mendalam tengah dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti keracunan, apakah berasal dari bahan makanan, proses pengolahan, distribusi, atau faktor lain yang terkait dengan higienitas.

Untuk memastikan penyebabnya, sampel makanan yang dikonsumsi oleh para korban telah diambil dan tengah menjalani uji laboratorium. Hasil uji lab ini nantinya akan menjadi kunci untuk menentukan sumber kontaminan atau bakteri yang menyebabkan keracunan. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyatakan pihaknya masih menunggu hasil uji sampel tersebut.

Insiden ini menjadi evaluasi penting bagi penyelenggara program MBG, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kasus keracunan yang berulang di beberapa wilayah menimbulkan kekhawatiran publik terhadap kualitas dan keamanan pangan yang disajikan dalam program ini. Para ahli gizi sebelumnya telah mengingatkan beberapa faktor krusial yang dapat menyebabkan keracunan makanan dalam program skala besar seperti MBG, antara lain spesifikasi bahan makanan yang tidak sesuai standar, penanganan dan penyimpanan bahan makanan yang kurang tepat, serta masalah higienitas personal dan sanitasi lingkungan di dapur produksi maupun saat proses distribusi.

Pemerintah Kota Bogor menyatakan terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, pihak sekolah, dan instansi terkait lainnya dalam upaya penanganan korban, investigasi epidemiologis untuk melacak sumber kejadian, serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya kebersihan dan keamanan pangan.

Meskipun terjadi insiden keracunan, program MBG di beberapa sekolah di Bogor dilaporkan masih berjalan dengan pengawasan yang lebih ketat. Pihak penyelenggara di tingkat pelaksana diminta untuk meningkatkan uji kualitas makanan sebelum didistribusikan, termasuk uji organoleptik atau pencicipan.

Kasus keracunan MBG di Bogor ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat terhadap seluruh rantai pasok makanan dalam program bantuan pangan, mulai dari pemilihan bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi dan penyajian kepada penerima manfaat. Kesehatan dan keselamatan para siswa dan guru yang menjadi sasaran program ini harus menjadi prioritas utama. Pemkot Bogor berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini dan memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang, serta menjamin hak para korban atas penanganan medis yang memadai.